Sebelum filsafat
lahir dan berkembang pesat, di Yunani telah berkembang mitos-mitos. Bahkan
kalau di pikirkan secara seksama lagi, ternyata filsafat sendiri dilahirkan dan
dikembangkan melalui jalan mitologis. mitos-mitos yang berkembang sendiri
merupakan metode yang dilakukan untuk memahami segala sesuatu yang ada, karena
ketidaktahuan dan penasarannya manusia terhadap alam semesta ini dan pada saat
itu jawabannya hanya ada didalam mitos sehingga muncul anggapan bahwa bumi ini
bisa gelap karena ada raksasa yang menggemgam bumi ini, dan menjadi terang
kembali setelah raksasa melepas genggamannya. Khayalan-khayalan itu menjadi
“keyakinan” yang selanjutnya membentuk
pemahaman normatif tentang setiap keberadaan dan kekuatan yang ada didalamnya.
Kemudian setelah berkembang jaman manusia pun mulai mencari kebenaran yang bisa
dibuktikan secara rasional yang melahirkan sebuah ilmu pengetahuan, mereka
berhasil mengubah masyarakat yang mitos menjadi logos yang sekarang dikenal
dengan “filsafat”.
Filsafat sebagai
induk pemikiran ilmiah selalu berada dibelakang kemajuan suatu peradaban.
Langkah ini dimulai dengan cara coba-coba (trial
and error). Cara ini membimbing manusia pada kemampuan menemukan
pengetahuan ilmiah yang melibatkan observasi dan eksperimen.
Lambat laun
perkembangan ilmu filsafat pun semakin pesat,menurut saya perkembangan filsafat
terdiri dari 5 periode yaitu: 1) periode yunani 2) periode Helenitas dan Romawi
3) periode Patristik 4) periode ISLAM 5) periode Skolastik 6) periode abad
pertengahan 7) periode modern 8) periode baru.
1) Periode yunani (600 SM – 322 SM)
Pada zaman
yunani kuno terdapat 3 masa perkembangan yaitu masa awal, masa kaum sofis serta
masa keemasan. Pada masa awal ini, filsafat hanya membahas tentang alam dan
kejadian alamiah terutama dalam hubungannya dalam perubahan-perubahan yang
terjadi. Namun mereka yakin bahwa perubahan-perubahan ini terdapat suatu unsur
yang menentukan, tapi mereka punya perbedaan pendapat tentang perbedaan
unsur-unsur tersebut. Seperti Thales menyebutnya unsur air, Anaximandros dengan
unsur yang tidak terbatas (to apeiron),
Anaximenes dengan unsur udara. Anaximandros dan anaximenes adalah kedua murid
Thales namun berbeda pendapat dalam pemahamannya tentang unsur-unsur tersebut.
Selanjutnya Heraklitos mengatakan unsur tersebut adalah api, menurutnya api
adalah lambang perubahan. Karena tidak ada didunia yang tetap, definitf dan
sempurna, tetapi berubah. Segala sesuatu berada dalam status “menjadi” kemudian
berubah.
Pemikiran
Phytaghoras berbeda dengan filosof pada masanya kecuali Anaximandros dalam
memahami unsur tersebut. Menurutnya unsur tersebut tidak dapat ditentukan
dengan pengenalan indrawi, melainkan dapat diterangkan dengan perbandingan
dasar antar bilangan, karena Phytaghoras terkenal sebagai pengembang ilmu pasti
dengan dalil terkenalnya yaitu “dalil
Phyitaghoras”. Perminides dari Elea mengemukakan unsure “metafisika”, yaitu mempersoalkan “ada”
yang berkembang menjadi “yang ada,
sejauh ada” (being as being, being as
such). Dari yang ada, ada,dan yang tak ada, mempunyai arti bahwa prulalitas
itu tidak ada.
Filosof
berikutnya kembali kepada pengalaman indrawi, antara lain Demokritos dan
Leucippus yang bersama-sama memuat teori “atomisme”. Mereka berpendapat bahwa
segala sesuatu yang ada terdiri atas bagian-bagian kecil yang tidak bisa
dibagi-bagi lagi, meskipun bentuk atom itu sendiri sangat kecil dan tidak
Nampak oleh indra namun atom selalu bergerak membentuk realitas yang tampak
oleh indra manusia.
Di
lanjutkan pada masa kaum sofis, yaitu kaum yang pandai berpidato yang tidak
lagi menaruh perhatian utama kepada alam, tetapi menjadikan manusia sebagai
pusat perhatian studinya. Tokohnya adalah Protagoras, dia memperlihatkan
sifat-sifat relativisme (kebenaran bersifat relative), tidak ada kebenaran yang
tetap, umiversal dan definitif. Benar, baik dan bagus selalu berhubungan dengan
manusia, tidak manidiri sebagai kebenaran mutlak.
Selanjutnya
adalah masa keemasan filsafat di Yunani yang dintadi dengan Socrates
(470SM-399SM) yang menentang kaum sofis yang mengatak bahwa kebenaran adalah
sifatnya relative dan tidak mutlak. Namun menurut Socrates, kebenaran itu
sifatnya mutlak, universal dan obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh semua
orang. Metode yang digunakan olehnya adalah dengan bertanya secara radikal dan
kritis kepada orang yang bersangkutran sampai orang yang ditanya dapat
menemukan apa yan baik dan benar didalam dirinya sendiri. Keberanian, kejujuran
dan keteguhannya dalam bersifat harus dibayar mahal olehnya dengan meminum
racun sebagai hukuman mati karena dia dianggap menyebarkan kesesatan dan
merusak moral pemuda dan masyarakat saat itu.
Dari
caranya bersifat, ia mengembangkan secara de facto menjadi suatu metode yang
dikenal dengan metode Induktif. Dalam metode ini dikumpulkan contoh dari
peristiwa khusus yang diambil cirri-ciri khususnya kemudian dicari cirri-ciri
umumnya hingga memperoleh suatu definisi terhadap sesuatu.
Jasa
Socrates yang paling besar adalah mengembalikan tradisi filsafat yunani yang
semapt digoyahkan oleh kaum sofis. Socrates mempunyai murid dari kalangan
bangsawan yunani bernama Plato (427SM-347SM). Plato mendirikan sekolah filsafat
yang disebut Akademia. Dia mengubah metode Socrates menjadi teori Idea.
Menurutnya idea adalah bentuk mula jadi atau model yang bersifat umum dan
sempurna yang disebut prototypa, sedangkan
benda individual dunia hanya merupakan bentuk tiruan yang tidak sempurna/kekal.
Oleh karena itu dalam filsafatnya plato menentang realisme karena yang dianggap
benar menurut realisme adalah yang dapat diindra dan ada begitu saja, tapi kata
plato obyek tersebut sebenarnya sudah ada di dalam idea yang nyata
sedangkan objek duniawi hanyalah tiruan
dari dunia idea saja. Gagasan plato ini banyak memberikan dasar pada
perkembangan logika.
Namun
demikian logika ilmiah sesungguhnya baru saja terwujud oleh muridnya yaitu
Aristoteles (384SM-322SM), karena dia lebih sistematis dalam berfilsafat. Dalam
berfilsafat dia menggarap masalah kategori, struktur bahasa, hokum formal
konsistensi proposisi, silogisme kategoris, pembuktian ilmiah, perbedaan
atribut hakiki dengan bukan hakiki, kesatuan pemikiran, metode berdebat,
kesalahan berpikir sampai menyentuh bentuk-bentuk dasar simbolisme.
2) Periode Helenitas-Romawi
Masa ini tidak lepas dari peranan Raja
Alexander Agung, uang membuat kebudayaan yunani menjadi kebudayaan Helenitas.
Diera ini dibuka juga sekolah-sekolah baru mengalahkan Akademia plato dan
Lykeion aristoteles, sehingga memunculkan banyak aliran-aliran baru seperti
stoisisme, epikurisme, skeptisisme, ekletisisme, dan neoplatoisme.
Stoisme adalah mazhab yang didirikan
oleh Zeno dari kition di Athena sekitar 300 SM. Nama “stoa” mengacu dari
serambi bertiang empat tempat Zeno mengajar. Menurut stoisme jagat raya di
ditentukan oleh “logos” yang berarti rasio dengan begitu seluruh kejadian jagat
raya ini telah ditentukan dan tidak bisa dielakan dan jiwa manusia merupakan
bagian dari logos sehingga mampu mengenali jagat raya. Manusia dapat hidup
bahagia dan bijaksana jika menggunakan rasionya dalam mengendalikan diri
nafsu-nafsunya secara sempurna. Mati dan hidup merupakan kejadian yang sudah
ditentukan dan sifatnya mutlak.
Epikurisme dibangun epikueros
(341SM-270SM) yang kembali memunculkan “Atomisme demokritos” bahwa segala hal
terdiri atas atom yang senantiasa bergerak dan bertabrakan secara kebetulan
sehingga terciptanya segala sesuatu. Dalam ajarannya terhadap manusia, dia
berpendapat manusia bisa bahagia jika mengakui susunan dunia ini dan tidak
ditakut-takuti oleh dewa. Dengan begini manusia bebas dalam berkehendak untuk
mencari kesenangan sepuas-puasnya tanpa harus memperdulikan dewa. Namun jika
kesenangan yang manusia dapat terlalu banyak maka ia akn gelisah dan tidak
tenang, oleh karena itu yang manusia itu sendiri harus bisa membatasi diri
dalam mencari kesenangan itu sendiri agar memperoleh kesenangan yang hakiki
yaitu kesenangan rohani.
Skeptisisme dipelopori oleh Pyrrho
(365SM-275SM), aliran ini mengajarkan keragu-raguan dan kesangsian terhadap
sesuatu yang ada, walaupun sesuatu itu nyata adanya. Karena mereka menyakini
bahwa kemampuan manusia tidak akan sampai bisa menemukan kebenaran yang mutlak.
Ekletisisme, Cicero (106SM-43SM). Aliran
ini hanya sebagai penengah berbagai aliran filsafat bagi masyarakat dalam
menghadapi berbagai permasalahan namun tidak sampai menggabungkan segala aliran
filsafat itu kedalam satu pemikiran namun hanya menggunakan aliran-aliran tertentu
pada kondisi tertentu dan tidak memihak kepada aliran apapun.
Neoplatoisme,sesuai dengan namanya
aliran ini mencoba menghidupkan kembali filsafat Plato, tetapi dipengaruhi juga
oleh aliran filsafat setelahnya seperti Aristoteles dan Stoa, oleh karena itu
tidak lah heran jika aliran ini mensintesiskan semua aliran filsafat saat itu.
Tokoh nya adalah Plotinos, aliran ini mengajarkan tentang hakikat adanya “yang satu” ayitu Allah. Artinya
semuanya berasal dan kembali kepada “yang satu” sehingga menimbulkan gerakan
dari atas kebawah dan dari bawah keatas. Pada gerakan dari atas kebawah,
artinya taraf yang paling tinggi yaitu Allah mengelurkan taraf-taraf yang ada
dibawahnya melalui jalan emanasi yang berarti tidak merubah dan mengurangi
kesempurnaan “yang satu”. Prosesnya adalah seperti ini, dari yang satu
dikeluarkan akal budi sesuai dgn gagasan plato. Didalam akal budi ada dualitas
yaitu yang memikirkan dan yang dipikirkan. Dari akal budi melahirkan jiwa dunia
(psyche) dan darinya dikeluarkan materi (hyle) bersama dengan psykhe
terciptalaj jagat raya. Sebagai taraf terendah, materi yang palin tidak
sempurna dan merupakan pusat kejahatan.
Pada gerakan dari bawah keatas, setiap
taraf-taraf yang dikeluarkan yang satu akan kembali menuju Allah, karena
manusia memilii tiga taraf(akal budi, psyche, dan hyle) maka hanya manusialah
yang mampu kembali pada yang satu. Cara kembalinya ada tiga cara yaitu:
penyucian manusia dari materi ketika bertapa, penyatuan manusia dengan tuhan
melebihi pengetahuan dan eksistensi.
3) Periode Patristik
Istilah
patristic berasal dari kata latin “patres” yg berarti bapak dalam lingkungan
gereja. Dalam era ini, filsafat mulai disusupi oleh teologi kristiani, bahkan
terjadi pertentangan juga dikalangan para pemuka agama Kristen ini dalam
menanggapi filsafat. Ada tiga pendapat para bapak gereja dalam menanggapinya,
pertama,setelah adanya wahyu ilahi melalui roh kudus seharusnya pemikiran
filsafat di stop bahkan dihilangkan sama sekali karena dianggap menyalahi
alkitab dan dianggap “kafir”. Kedua,
berusaha untuk menengahi dan menggabungkan kedua pemikiran tersebut. Ketiga,
filsafat merupakan langkah awal menuju pemahaman agama yang harus diterima dan dikembangkan.
Tokoh utama
dalam filsafat ini adalah augustinus, ia mengatakan bahwa pemikiran merupakan
integrasi dari teologi Kristen dan pemikiran filsafatnya dan filsafat itu
sendiri tidak bisa lepas dari iman Kristen. Inti dari filsafat ini hanya
membahas 2 aspek yaitu tuhan dan manusia. Oleh karena itu maka pembahasannya
mencakup hal-hal yg berhubungan dengan manusia, kepribadian, kesusilaan dan
sifat-sifat tuhan. Menurutnya manusia tidak akan sanggup mencapai kebenaran
tanpa terang (lumens) dari Allah, meskipun demikian dalam diri manusia sendiri
sudah tertanam benih kebenaran yang merupakan pantulan terang allah sendiri
yaitu hati nurani.
Sebenarnya para
bapak gereja menggunakan pemikiran filsafat adalah guna memudahkan agama
Kristen diterima oleh manusia dan mengembangkan agama Kristen irtu sendiri.
Namun pada pelaksanaannya agama Kristen itu sendiri yang mengurung dan
mengekang pola pikir manusia dalam berfilsafat karena jika ada pemikiran yang
ridak sesuai dengan alkitab maka akan langsung dihukum. Dari situlah nantinya
akan muncul sekulerisme dikalangan eropa pada abad pertengahan yang memisahkan
antara agama dan filsafat bahkan mereka melawan ajaran-ajaran Kristen dan
menjadikan akal sebagai tuhan.
4) Periode ISLAM
Filsafat islam
muncul akibat imbas dari gerakan penerjemahan besar-besaran buku-buku peradaban
yunani dan peradaban lainnya pada masa Daulat Abasiah dimana pemerintah
memberikan sokongan penuh terhadap gerakan penerjemahan kedalam bahasa arab
ini, dan prestasi yang paling spektakuler adalah ulama berhasil menerjemahkan
ilmu filsafat sebagai mascot peradaban yunani saat itu, baik Socrates, plato,
aristoteles maupun lainnya.
Namun filsafat
islam bukanlah filsafat aristoteles atau plato yang di bahasa arabkan, akan
tetapi independen yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan
filsafat yunani. Hal ini dibuktikannya dari upaya para ahli ilmu kalam antara
mu’tazilah dengan asy’ariah yang menjelaskan bahwa agama islam adalah agama
yang rasional sehingga mereka membungkus filsafat dalam baju keagamaan. Dan adanya
batasan filsafat masuk ke dalam agama yaitu filsafat tidak boleh dan haram
hukumnya mengobrak-abrik akidah agama islam, namun hanya boleh menguatkan
akidah dengan cara memikirkan makhluknya saja dan tidak boleh memikirkan
tentang dzatnya ALLAH SWT.
Tokoh-tokoh
filosof ini adalah ibnu taimiyah, ibnu rusyd (averros), ibnu sina (Avicenna),
dan al-farabi. Imbas filsafat masuk ke lngkungan islam adalah munculnya
ilmu-ilmu pengatahuan baru seperti ilmu falak, astronomi, pengobatan bahkan
para ulama ahli dalam bidang tersebut berhasil membuat karya yang sangat
berguna bagi manusia sampai saat ini. Bahkan inu sina dan ibnu rusyd terkenal
di barat sana namanya.
5) Periode skolastik
Filsafat ini
mempunyai corak semata-mata agama yang mengabdi kepada teologi yang mencoba
mensintesa kan antara kepercayaan dan akal. Berbeda dengan patristic, skolastik
hanya mengkaji teologi dan menggunakan filsafat sebagai pembuktiannya.
Tokohnya adalah
Thomas Aquinas (1225-1274M), menurutnya pengetahuan didapat melalui indra dan
diolah akal tapi akal tidak mampu mencapai relitas tertinggi yang ada pada
daerah tuhan. Nah, filsafat inilah yang
bisa memperkuat dalil-dali agama guna lebih mengabdi kepada tuhan.
Pembuktian
Aquinas tentang adanya tuhan, pertama, dari sifat ala mini yang selalu bergerak
dengan teratur membuktikan bahwa ada yang mengatur semua ini yaitu tuhan.
Kedua, allah itu maha besar, sehingga tidak terpikirkan sesuatu yang lebih
besar lagi. Ketiga, hal yang terbesar tentulah berada dalam kenyataan karena
apa yang ada dalam pikiran saja tidak mungkin lebih besar. Keempat, allah tidak
hanya berada dalam pikiran tetapi dalam kenyataan juga, jadi Allah benar-benar
ada.
Pandangan etika
Aquinas menekankan superioritas kebaikan keagamaan. dasar kebaikan adalah
kemurahan hati yang lebih dari sekedar kedermawanan dan belas kasih melainkan
terdapat didalam jiwa yang penuh cinta. Cinta kepada tuhan yang harus
diutamakan baru cinta kepada sesama manusia.
6) Periode abad pertengahan
Pada abad
pertengahan ini, masyarakat terutama di eropa mulai bosan dengan pembatasan
pemikiran mereka terhadap sesuatu oleh gereja. Karena setiap ada suatu pendapat
atau pemikiran yang tidak sesuai dengan paham gereja makan akan di kenakan
hukuman dan di cap sebagai “kafir” oleh gereja.
Akhirnya manusia
mulai mencoba memisahkan hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan. Disini
mulai adanya pencarahan dan kebebasan berpikir manusia dalam mencari suatu
kebenaran. Namun dimasa ini filsafat masih jatuh bangun dari hasrat
radikalisasi pemikirannya. Karena pada saat ini manusia masih mebutukan agama
dan bimbingan gereja untuk menjalani hidup yang damai dan memperoleh ketenangan
yang hakiki.
7) Periode modern
Setelah hampir
sepuluh abad eropa diselimuti paham teologis yang memanipulasi kebenaran dan
mematikan pemikiran bebas. Akhirnya munculnya suatu gerakan cultural yang
bertujuan menggulingkan paham gereja yang selama ini mengekang mereka dalam
mencari kebenaran dan berpikir bebas, gerakan ini disebut “renaisans” yang
artinya kelahiran kembali. Semangat renaisans ini menimbulkan rasa kepercayaan
pada otonomi manusia dalam mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan yang tadinya
tidak berkembang akibat dominasi gereja mulai berkembang dengan pesatnya dimasa
renaisans.
Kebenaran tidak
lagi bersumber dari alkitab tetapi pada pengalaman empiris dan perumusan
hipotesis yang rasional. Oleh karena itu, sumber pengetahuan hanya apa yang
secara alamiah dapat dipakai oleh manusia yaitu, akal (rasio) dan pengalaman
(empiris). Maka pada abad ini muncul dua aliran yang saling bertentangan yaitu
antara aliran rasionalisme dan aliran empirisme. Perdebatan antara kedua aliran
ini terus berlangsung dan mempengaruhi pemikiran filsafat setelahnya.
Tokoh dari
aliran rasionalisme adalah Rene Descartes (1596-1650), aliran ini menyatakan
bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah rasio, hanya
pengetahuan yang diperoleh akalah yang memenuhi syarat untuk dijadikan sumber
pengetahuan. Pengalaman inderawi selalu diragukan, selalu berubah dan tidak
pasti. Bisa saja kursi yang kita duduki adalah tidak nyata dan hanya mimpi
belaka. Bahkan dia sendiri meragukan
akan kebenaran adanya dirinya sendiri. Makanya munculah “karena saya berpikir maka saya ada”. Kaum rasionalis selalu
meragukan segala sesuatu dan tidak percaya akan pengalamannya sendiri.
Pengalaman hanya bisa dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah
didapatkan oleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman, karena akal mampu
menurunkan kebenaran dari akal sendiri. Dan metode yang digunakan adalah
deduktif. Namun meskipun begitu, Descartes tidak menafikan tentang adanya tuhan
karena menurut dia tuhan adalah “matematikawan agung” yang begitu rasional
dalam menciptakan dunia ini secara terstruktur dan wajib ditemukan oleh akal manusia dalam
penciptaannya itu.
Aliran empirisme
dengan tokohnya adalah David Hume (1711-1776) mengatakan bahwa, pengalamanlah
yang menjadi sumber ilmu pengetahuan baik pengalaman batiniah maupun lahiriah.
Akal hanyalah mengolah bahan-bahan pengalaman yang diperoleh inderawi. Karena
tidak ada satupun ada dalam pemikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada
data-data inderawi. Contohnya, kita tidak akan mengetahui bahwa api itu panas
jika kita sendiri belum mencoba dan membuktikannya bahwa api itu panas. Oleh
akal lalu disimpilkan bahwa api itu panas. Lalu munculah pengetahua baru
berdasarkan pengalaman. Metode yang digunakan adalah induktif.
8) Era baru dimulai
Era baru ini
dimulai dengan “Kritisisme” Immanuel Kant (1724-1804) yang berusaha mendamaikan
antara aliran rasionalisme dan empirisme. Ia mengatakan bahwa pengenalan
manusia merupakan perpaduan antara unsur a priori dgn unsur aposteriori. Kant
berpendapat bahwa pada taraf inderawi unsur apriori hanyalah kesan yang
diterima oleh inderawi sebagai gejala-gejala. Kemudian data-data inderawi
tersebut diolah oleh sesuatu yang disebut “akal budi”. Peran akal budi disini
adalah memberi putusan-putusan yang kemudian ditransmisikan kedalam otak. Dan
oleh otak lah yang akan memilih dan mengesahkan putusan-putusan yang dibuat
akal budi. Ibaratnya pengalaman adalah suatu soal pilihan ganda, pilhan-pilihan
ganda itu adalah putusan-putusan yang dibuat akal budi kemudian yang bertugas
memilih jawaban yang paling benarnya adalah rasio kita.
Selanjutnya
adalah Idealisme yang Tokohnya adalaha G. W. F. Hegel (1770-1831). Menyatakan
bahwa “setiap Tesa pasti ada Antitesa nya
dan dari keduanya akan mengahasilkan Sintesa yang memiliki gabungan sifat dari
tesa dan antitesanya tapi sintesa bukanlah tesaaupun antitesa”. Sebagai
contohnya, suatu golongan menginginkan Negara menguasi segala urusan agama.
Pandangan ini mempunyai dampak positif yaitu adanya kesatuan antara kekuatan
dan kekuasaan politik karena tidak ada batasan agama sehingga ketertiban suatu
Negara bisa terwujud, ini yang disebut tesa. Antitesa dari pernyataan ini ialah
kebebasan agama ditiadakan karena agama harus tunduk kepada pemerintah. Lalu
sintesa bagi kedua pendapat tersebut adalah memisahkan antara agam dan
pemerintah, baik agama maupun pemerintah harus diberi bagiannya masing-masing,
sehingga ketertiban nasional terjamin dan kebebasan agama pun terjamin juga
karena tidak tercampur antara kepentingan agama dengan kepentingan politik.
Era ini
dilanjutkan dengan munculnya paham Positivisme yang dipopulerkan oleh Auguste
Comte (1798-1857). Dia menganggap hokum-hukum alam yang mengendalikan manusia
dan gejala sosial dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan pembaharuan
–pembaharuan social dan politik untuk menyelaraskan institusi-institusi
masyarakat dengan hokum-hukum itu. Sehingga Auguste comte menemukan ilmu baru
tetntang masyarakat yaitu “sosiologi”. Positivism erat kaitannya dengan
empirisme namun berbeda dengan empirisme yang menjadikan pengalaman batiniah
dan lahiriah sebagai sumber pengetahuan. Positivism hanya mengambil yang
berdasarkan fakta saja.sebagai contoh, air mendidih 100° C dan besi ini
panjangnya 10 meter. Ukuran-ukuran ini perasional, kuuantitatif dan tidak
mungkin adanya perbedaan pendapat. Positivisme merupakan aliran tertinggi dari
kehidupan manusia karena manusia tidak perlu lagi mencari penyebab-penyebab
dari suatu fakta. Manusia hanya berusaha menetapkan relasi-relasi atau hubungan
persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Dan disinilah ilmu
pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Aliran yang
muncul kemudian adalah Fenomenologi dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938),
inti filsafatnya adalah bahwa untuk menemukan pemikiran yang benar seseorang
harus kembali kepada “benda-benda” sendiri yaitu hakikat dirinya sendiri. Akan
tetapi benda-benda itu tidak langsung meperlihatkan hakikat sendirinya, karena
pemikiran pertama tidak membuka tabir yang menutupi hakikat maka diperlukannya
pemikiran kedua yang berupa “intuisi”. Dalam menggunakan intuisi digunakan
suatu metode yang disebut reduksi yaitu penempatan sesuatu diantara dua kurung.
Maksudnya, melupakan pengertian-pengertian tentang objek untuk sementara dan
berusaha melihat objek secara langsung dengan intuisi tanpa bantuan
pengertian-pengertian yang ada sebelumnya. Tujuannya adalah menemukan bagaimana
objek dikonstitusi sebagai fenomena asli dalam kesadaran manusia. Namun
fenomenologi mempunyai kelemahan karena dalam menentukan pengetahuan yangmurni
objektif tanpa ada pengaruh apapun, tapi fenomenologi sendiri mengakui bahwa
ilmu pengetahuan yang diperoleh tida bebas nilai tetapi bermuatan nilai dengan
kata lain status seluruh pengetahuan adalah sementara dan relatif.
Aliran
selanjutnya adalah Eksistensialisme, tokohnya adalah Friedrich Wilhelm
Nietzsche ( 1844-1900). Gagasan utama dari dia adalah kehendak berkuasa (will
to power) dimana ditunjukan menjadi ubermensch atau manusia super. Ubermensch
adalah cara manusia memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari
dunia dan menengok kesebrang dunia, dengan kata lain tidak lagi percaya akan
bentuk nilai adikodrati dari manusia dan dunia. Sedangkan eksistensi itu
sendiri adalah cara manusia berada didalam dunia dan keberadaannya karena
setiap orang mempunyai tempatnya sendiri dalam kehidupan ini yaitu sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Jadi jangan menghendaki sesuatu yang
melebihi kemampuanmu, karena melakukan sesuatu yang melebihi kemampuan sendiri
mengandung cirri kepalsuan yang menjijikan. Doktrin aliran ini adalah
“eksistensi mendahului esensi” yg berarti setelah manusia berada didunia ini,
di sendiri yang harus menentukan siapa dirinya ini. Karena pada awalnya manusia
bukanlah apa-apa tanpa bereksistensi.
Cara mencapai
manusia super adalah dengan cara mereka harus berani menghadapi kehidupan ini
baik saat bahagia maupun sedih. Mereka harus cerdas dalam menjadikan
penderitaan itu sebagai titik balik untuk memunculkan potensi maksimal dirinya,
terakhir dia harus bangga terhadap potensi apa yang dimilikinya.