BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Ilmu kalam merupakan,
ilmu yang mempelajari hakikat ketuhanan seperti dzatnya, sifatnya, namanya dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah ketuhanan dengan menggunakan
dalil-dalil naqli yang di aqlikan sehingga memperkuat akidah kepercayaan kita tentang
eksistensi tuhan. Pemikiran kalam pun mulai berkembang pembahasannya, pada awal
kemunculanya ilmu kalam membahas tentang pelaku dosa besar apakah masih beriman
atau kafir, kebebasan berkehendak manusia, kedudukan Al-quran (diciptakan atau
Qadim), dan segalanya tentang masalah ketuhanan. Tapi setelah munculnya ulama
modern seperti Sayyid Ahmad Khan. Pemikiran kalam mulai kepada pemikiran
orientalis dan unsur filsafat semakin kental, yang menempatkan posisi akal lebih tinggi
dibandingkan posisi dalil-dalil naqli seperti Al-Quran dan As-sunnah. Untuk
itulah saya mencoba menjelaskan dan membahas tentang pemikiran-pemikiran kalam
ulama moderen ini, agar kita lebih mengetahui perbedaannya dengan pemikiran
ulama-ulama salaf sebelumnya.
B.
Tujuan Penulisan
Mengingat betapa
pentingnya mempelajari ilmu kalam sebagai alat untuk memperkuat akidah dan
keimanan kita agar tidak terjadi penyimpangan dan kekeliruan akidah dalam
menafsirkan pemikiran kalam ulama moderen ini. Melihat pentingnya hal
tersebut di atas maka penulisan makalah ini didasarkan pada beberapa tujuan
sebagai berikut :
1. Sebagai wahana memperluas wawasan
dan pengetahuan tentang pemikiran
kalam ulama moderen khususnya Sayyid Ahmad Khan, untuk penulis pribadi
dan insya Allah untuk orang lain juga.
2. sebagai pemenuhan tugas mandiri
matakuliah Ilmu Kalam di semester 2 Fakultas
Adadin Jurusan KPI Institut Agama Islam Negeri Syekh Nur Jati Cirebon.
C. Batasan Pembahasan
Memberikan suatu karya yang komprehensip dalam satu
bidang keilmuan merupakan suatu kebanggaan yang tak ternilai bagi penulis,
namun mengingat luasnya pembahasan yang berhubungan dengan Ilmu Kalam dan
kemampuan penulis yang terbatas serta batasan yang diberikan oleh Dosen Ilmu
Kalam kami, Bapak Drs Abdul Basit, M. Ag, maka penulis merasa perlu untuk
mempersempit ruang lingkup pembahasan agar pembahasan menjadi terfokus dan
mendalam, yaitu tentang Pemikiran Kalam Ulama Moderen dari Sayyid Ahmad Khan
serta segala masalah yang terkait di dalamnya.
D.
Sistematika Penulisan
Untuk
mempermudah dalam memahami materi yang dibahas maka penulis mengajukan
sistematika penulisan sebagai berikut :
1.
Riwayat Hidup singkat Sayyid Ahmad
Khan.
2. Pemikiran-pemikiran
Kalam Sayyid Ahmad Khan.
3.
Kesimpulan dari pemikiran-pemikiran
kalam Sayyid Ahmad Khan.
BAB II
PEMBAHASAN
Sayyid Ahmad Khan
1.
Riwayat Hidup
Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal 17 Oktober
1817 dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi
Muhammad melalui Fatimah bin Ali. Neneknya
Sayyid Hadi, adalah pembesar Istana di zaman Alamghir II (1745-1759). Ia
mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain bahasa Arab, ia
juga belajar bahasa Persia. (Rozak Abdul; Anwar Rosihin, Cet V 2010, 217)
Sewaktu berusia delapan belas tahun, ia memasuki lapangan
pekerjaan pada Serikat India Timur. Kemudian bekerja sebagai Hakim. Di tahun
1846, ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studi. Di kota Delhi inilah
ia dapat melihat langsung peninggalan-peninggalan kejayaan Islam dan bergaul
dengan tokoh-tokoh dan pemuka muslim, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawad Mustafa
Khan, Hakim Muahmud Khan, dan Nabab Aminuddin. Semasa di Delhi, ia mulai
mengarang. Salah satu karyanya yang mengantar namanya menjadi terkenal adalah Asar
Al-Sanadid. (Rozak Abdul; Anwar Rosihin, Cet V 2010, 217)
Di masa pemberontakan 1857, ia banyak berusaha untuk
mencegah terjadinya kekerasan, sehungga ia dikatakan telah banyak menolong
orang Inggris dan dianggap telah banyak berjasa bagi mereka. Atas jasanya tersebut, ia dianugrahi
Gelar Sir di depan namanya, sedangkan hadiah yang diberikan dalam bentuk lain
ia tolak. Hubungan dengan pihak Inggris menjadi baik dan ini dipergunakan untuk
kepentingan umat Islam India.
2. Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan
Sayyid
Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh di Mesir. Setelah
Abduh berpisah dengan jamaluddin Al-Afgani dan kembali dari perasingan. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama tentang akal yang
mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya.
Sayyid
Ahmad Khan sangat menghargai akal pikiran rasional, walaupun ia percaya bahwa
kekuatan dan kebebasan serta kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan
perbuatan, akan diserahkan sepenuhnya kepada manusia itu sendiri. Dengan kata lain,
ia mempunyai paham Qadariah (free will and free act) dan tidak berpaham
Jabariah atau Fatalisme. Menurutnya, manusia telah dianugrahi tuhan berbagai
macam daya, diantaranya adalah daya berpikir berupa akal,dengan daya fisik
untuk merealisasikan kehendaknya. Karena kuatnya kepercayaan terhadap hukum
alam dan kerasnya mempertahankan konsep hukum alam. Ia dianggap kafir oleh
sebagian umat Islam, bahkan ketika datang ke India pada tahun 1869, Jamaluddin
Al-Aghani menerima keluhan itu. Sebagai tanggapan atas tuduhan tersebut,
Jamaluddin mengarang sebuah buku yang berjudul Ar-Radd Ad-Dahriyah (Jawaban
Bagi Kaum Materialis). (Rozak Abdul; Anwar Rosihin, Cet V 2010, 218)
Sejalan dengan paham Qadariah yang dianutnya, ia
menentang keras taklid. Khan berpendapat bahwa umat Islam India mundur
karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung peradaban Islam klasik
masih melenakan mereka sehingga tidak menyadari bahwa peradaban baru telah
timbul di Barat. Peradaban baru ini timbul dengan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan inilah penyebab utama bagi kemajuan dan kekuatan orang
Barat. (Rozak Abdul; Anwar Rosihin, Cet V
2010, 219)
Menurutnya, hubungan Tuhan dengan manusia itu laksana
hubungan arloji dangan pembuatnya. Arloji akan terus berjalan secara mekanik
tanpa ada hubungan lagi dengan pembuat. Apa yang diprogramkan si pembuat itulah
ketetapan yang mesti dijalaninya. Begitu juga dengan manusia, ia tidak berbeda
dengan arloji.
Menurutnya, Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam, karena hukum alam adalah
ciptaan Tuhan dan Al-Quran adalah firman-Nya maka sudah tentu keduanya seiring
sejalan dan tidak ada pertentangan.
Mengenai kedua sumber hukum Islam, ia amat kritis.
Apalagi hadis, yang kedudukanya sebagai sumber kedua dalam hukum Islam, amat
hati-hati dipakainya. Karena menurutnya hadis banyak yang palsu, yang sahih
saja kalau bertentangan dengan Al-Quran, perlu dipertimbangkan untuk dipakai.
Atas dasar tersebutlah ia memunculkan konsep ijtihad baru dan rasionalisme. Ia
menolak taklid dan membawa Al-Quran untuk menguraikan relevansinya dengan
masyarakat baru pada zaman tersebut. Sebagai konsekuensi dari penolakan
terhadap taklid, Khan memandang perlu diadakan ijtihad-ijtihad-ijtihad baru
untuk mrnyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. (Rozak Abdul; Anwar Rosihin,
Cet V 2010, 219)
Beberapa
karya Ahmad Khan yang terkenal sebagai bagian ide pembaruan, salah satunya
yaitu, Tahzibul Akhlaq, ‘Ala Dahiyyin. Sebagai puncak pengakuan dunia
(Barat) atas jasa-jasanya, Universitas Eidenburg memberikan gelar Doktor
Honoris Causa dalam bidang hukum pada tahun1889.
Diantara
ide-ide yang cemerlang itu adalah sebagai berikut:
1. Sayyid Ahmad Khan
berpendapat bahwa peningkatan kedudukan ummat Islam India, dapat diwujudkan
dengan hanya bekerjasama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa terkuat di
India, dan menentang kekuasaan itu tidak membawa kebaikan bagi ummat Islam
India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh
ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Disamping itu dasar ketinggian dan
kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris, ialah ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Untuk dapat maju, ummat Islam harus pula menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam
untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diperlukan itu
bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan
memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris
bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam tidak memainkan peranan utama. Atas
usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris. Sayyid
Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Ingris terhadap ummat
Islam India. Dan sementara itu kepada ummat Islam ia anjurkan supaya jangan
mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan inggris.
Cita citanya untuk menjalani hubungan baik antara inggris dan umat islam, agar
demikian ummat islam dapat di tolong dari kemundurannya ,telah dapat di
wujudkan di masa hidupnya.
2. Sayid Ahmad Khan
melihat bahwa ummat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti
perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul peradaban
baru di barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh
karena itu akal mendapat penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi
sebagai orang Islam yang percaya kapada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan
akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan kebebasan akal,
sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia
dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan Alam, Sayyid Ahmad Khan
selanjutnya, berjalan dan beredar sesuai dengan hukum alam yang telah
ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam terjadi menurut hukum sebab akibat.
Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab pertama (Tuhan). Kalau ada sesuatu
yang putus hubungannya dengan sebab pertama, maka wujud sesuatu itu akan
lenyap.
3. Sejalan dengan
ide-ide diatas, ia menolak faham Taklid bahkan tidak segan-segan menyerang
faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al
Hadist. Pendapat ulama’ di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan
diantara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern.
Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan. Masyarakat manusia senantiasa mengalami
perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan
pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang berobah itu.
Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas baginya tidak merupakan sumber ajaran
Islam yang bersifat absolute. Hadits juga tidak semuanya diterimanya karena ada
hadits buat-buatan. Hadits dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah
diadakan penelitian yang seksama tentang keasliannya.
4.
Yang
menjadi dasar bagi system perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah
system monogamy, dan bukan system poligami sebagaimana telah dijelaskan oleh
ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi system monogamy
itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu.
Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan,
tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu.
Disamping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan
yang disebut dalam Al Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari
perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak
dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan
kehadiran Tuhan, dengan kata lain do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan
ketenteraman jiwa. Paham bahwa tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan
dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian
ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.
5. Dalam ide politik,
Sayyid Ahmad Khan, berpendapat bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang
tidak dapat membentuk suatu Negara dengan ummat Hindu. Ummat Islam harus
mempunyai Negara tersendiri, Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu Negara akan
membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas
ummat Hindu yang lebih tinggi kemajuannya.
Inilah pokok-pokok
pemikiran Sayyid Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang
dimajukannya banyak persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir.
Kedua pemuka pembaharuan ini sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal
manusia, sama-sama menganut faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada
hukum alam ciptaan Tuhan, sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka
pintu ijtihad yang dianggap tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.
BAB
III
KESIMPULAN
Sayyid Ahmad Khan,
merupakan tokoh pembaharuan islam di India ditengah sedang dijajah oleh
Inggris. Diantara ide-ide pembaharuannya tersebut adalah, jika umat islam ingin
maju, maka jangan memusuhi inggris seperti kalangan Hindu yang menentang
Inggris. Tapi buatlah
suatu pertemanan dan persahabatan dengan Inggris karena inggris menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu ia juga berpendapat jika umat islam tidak
bisa hidup dengan umat hindu dalam satu negara karena umat islam akan menjadi
kaum minoritas yang disepelekan oleh umat hindu, oleh karena itu umat islam
harus membuat negara sendiri. Dalam pemikiran kalamnya Ia hampir sama pahamnya
dengan Qadariyah yang menganut kebebasan berkehendak. Ia juga menentang adanya taqlid,
karena menurutnya taqlid hanya membuat kemunduran saja dikalangan umat islam.
Dan juga hukum-hukum yang dibuat oleh para ulama terdahulu dipandang sudah
tidak layak dan sesuai lagi digunakan di zaman moderen ini. Maka diperlukannya
ijtihad-ijtihad baru yang lebih rasional yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Hukum yang digunakan pun hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits, namun dalam
penggunaan hadits pun harus hati-hati dan diteliti dengan seksama dulu sebelum
digunakan karena banyaknya hadits yang dipalsukan. Jika hadits tersebut
terbukti palsu atau diragukan kebenarannya, maka digunakan ijtihad yang
rasional dalam menetapkan hukum tersebut. Jelaslah lah Khan ini lebih
memberikan porsi yang banyak bagi akal, sama seperti pemikiran Muhammad Abduh
dari Mesir.
DAFTAR PUSTAKA
Rozak, Abdul; Anwar, Rosihin, Ilmu Kalam Untuk UIN,
STAIN, PTAIS, Cet ke-V Pustaka Setia: Bandung, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar