Translate

Jumat, 03 Mei 2013

PEMIKIRAN KALAM MUHAMMAD IQBAL


Muhammad Iqbal
1. Riwayat Hidup
Muhammad Iqbal adalah anak keturunan dari kelas Brahmana (kelas sosial tertinggi di India), dilahirkan tanggal 22 Februari 1873 M. di Sialkot, Punjab Barat, Pakistan. Ayahnya bernama Muhammad Nur, seorang sufi yang sangat saleh. Sejak masih anak-anak, agama sudah tertanam dalam jiwanya. Pendidikan agama selain dari orang tua, juga didapatkan dengan mengaji dengan Mir Hassan. Di rumah sang guru, ia selain belajar mengaji agama juga belajar mengubah sajak.
Dibantu oleh Mir Hassan, ia memasuki sekolah Scotiish mission School. Tamat di sini, ia melanjutka ke Government College dan memperoleh gelar sarjana muda (BA) 1897 dan tahun 1905, ia memperoleh gelar MA di bidang filsafat.
Di perguruan tinggi, ia berkenalan gengan seorang guru besar, Thomas Arnold yang banyak membentuk jiwa filosifinya. Guru besar ini menyarankan Iqbal untuk mengambil program Doktor di London. Dalam waktu satu tahun, program itu dapat diselesaikan di Universitas Cambridge di bawah promoter Mc. Taggart. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich, Jerman. Di Universitas ini, ia memperoleh gelar Ph. Di dalam tasawuf dengan disrtasinya yang berjudul the Develipment of Metaphysics in Persia (perkembangan metafisika di Persia). Selesai studi di luar negri, ia kembali mengambil program studi hukum dengan meraih keahlian di bidang keadvokatan. Ini masih tidak memuaskanya, ia kembali kuliah di School of Political Sciencis.
Berbekal sejumlah keahlian, ia memulai karir sebagai pendidik (dosen), pengacara, di India ia juga aktif dalam bidang politik. Selebihnya ia serihg ceramah ke seluruh bagian India dank e Negara-negara Islam.
Buku yang berjudul The Recontruction of religius Though in Islam adalah kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan karyanya terbesar dalam bidang filsafat.
Pada tahun 1930, Iqbal memasuki bidang politik dan menjadi ketua konfrensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931 dan tahun 1932, ia ikut konfrensi meja bundar di London yang membahas konstutusi baru bagi India. Pada bulan oktober tahun 1933, ia di undang ke Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Pada tahun 1935, ia jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia.
2. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih terkenal sebagai filosof eskitensialis. Oleh karena itu, agak sulit menemukan pandangan-pandangannya mengenai wacana-wacana kalam klasik, seperti fungsi akal dan wahyu, perbuatan Tuhan, perbuatan manusia, dan kewajiban-kewajiban Tuhan. Itu bukan berarti ia sama sekali tidak menyinggung ilmu kalam. Bahkan ia sering menyinggung bebebrapa aliran kalam yang pernah muncul dalam aliran Islam.
Sebagai ahli hukum, menurutnya, umat Islam mundur karena cendrung melaksanakan hukum secara statis dan konservatif. Kelompok konservatif menuduh golongan pemikir rasionalis Mu’tazilah sebagai biang perpecahan umat Islam. Akibat dari gerakan tersebut lahirlah pemikiran yang menutup pintu ijtihad.
Tujuan diturunkannya Al-Quran, menurutnya adalah membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menajabarkan nas-nas Al-Quran yang masih global dalam relita kehidupan manusia dan dinamika masyarakat yang selalu berubah. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh Iqbal disebut Prinsip Gerak dalam Struktur Islam.
1.Hakikat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan kepada esensi tauhid. Didalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan”. Pandangannya tentang ontology teologi membuatnya berhasil melihat anomaly (penyimpangan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik. Teologi Asy’ariyah, umpamanya menggunakan cara dan pola pikir ortodoksi Islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada akal, yang akibatnya mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman kongkrit merupakan kesalahan besar.
2.Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argument kosmologis maupun ontologis. Ia juga menolak argument teologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, ia menerima landasan teologis yang imanen (tetap ada). Untuk menopang hal ini, Iqbal menolak pandangan yang statis tentang Matten serta menerima pandangan Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan Iqbal dalam “jangka waktu murni-nya” Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam “jangka waktu murni” ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi.
3.Jati Diri Manusia
Paham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran Islam karena hakikat hidup adalah bergerak dan gerak adalah perubahan. Filsafat khudinya tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu telah dibawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud Islam yang sebenarnya. Dengan ajaran khudinya, ia mengemukakan pandangan yang dinamistentangkehidupan dunia.
4. Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Quran menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan adam (karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan manusia dari kondisi primitive yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang” dan “timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih”. “Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh resiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia. Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayan ini. Namun, pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian itu.
5. Surga dan Neraka.
Surga dan neraka menurutnya bukanlah tempat, melainkan suatu keadaan. Gambaran-gambaran keduanya didalam Al-Quran dan hadits adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar